“Ehee..huu..!” ini Menarik, Kata Mahasiswi Cantik ini

Putri, mahasiswi KKN yang tinggal di Kampung sentang, Blangkejeren Gayo Lues. (Foto : A. Bakri)

Gayo Lues, haba RAKYAT

 

Lain lubuk lain ikannya, lain daerah tentu lain pula adat istiadat dan budayanya. Demikian halnya yang dirasakan Putri, mahasiswi cantik yang saat ini sedang melaksanakan Kulyah Kerja Nyata (KKN) dan PPL di Gunyak, Desa Sentang, Kecamatan Blangkejeren, Gayo Lues.
“Ehee..huu..!, Ini sangat menarik bagi saya,” katanya.

Meski “Ehee..huu..!,” yang dimaksut Putri merupakan semacam teriakan dan penyemangat yang sering di serukan perempuan-perempuan desa saat memotong padi maupun dalam pergelaran kesenian tari bines. Hal ini, dapat menggambarkan keasrian budaya di sebuah desa yang masih jauh dari pengaruh budaya luar.

Tidak hanya itu saja, Mahasiswi PGSD kelahiran 1997 ini juga mengaku sangat kagum dengan keramahan masyarakat di desa tempatnya melaksanakan KKN.
“Masyarakat peramah, dan kami sangat betah tinggal di sini,” ujar Putri.

Kekaguman akan keramahan masyarakat yang merupakan cerminan budaya leluhur dan hingga kini masih dibudayakan masyarakat setempat, juga dapat dirasakan mahasiswi lainnya. “Peramah, perhatian dan masyarakat sangat baik pada kami,” ujar Opi, mahasiswi yang tinggal di Desa Bukit, kecamatan Blangkejeren Gayo Lues.

Opi, mahasiswi KKN yang tinggal di desa bukit, Galus. (Foto : A. Bakri/hR)

Mereka juga dapat merasakan rasa persaudaraan yang kuat dengan masyarakat serta saling berkomunikasi dan saling membantu dalam menjalankan kegiatan KKN di desa tersebut, seperti saat mereka membuat peta desa, pemasangan gapura dan tanda penunjuk jalan yang dipasang di setiap persimpangan maupun lorong-lorong jalan desa.

Ternyata perhatian dan keramah-tamahan masyarakat mampu membuat mahasiswa betah dan ingin lebih lama tinggal di Gayo Lues.

“Waktu seperti begitu cepat berlalu, kami merasa ingin disini lebih lama mencari pengalaman dan berbagi pengalaman,” kata mahasiswi Universitas Siyah Kuala (Unsiyah) ini.

Dalam kesempatannya yang sesaat di Gayo Lues, Opi mengatakan respon masyarakat terutama peran kepala desa, mereka rasakan sangat luar biasa, seperti halnya yang mereka rasakan di Desa Bukit.

“Kalau pak gecik jangan ditanya, kami di sini sudah dianggap sebagai anak sendiri, hingga tak sungkan-sungkan berkomunikasi dan kadang-kadang setiap hari datang kerumah pak gecik” katanya.

Meski sempat sakit akibat perbedaan cuaca dengan daerah asalnya, kini mereka sudah dapat menyesuaikan diri dengan keadaan cuaca di Gayo Lues.
“Siang panas, malam dingin angin juga kencang, tapi Alhamdulillah sudah terbiasa,” tandasnya. (A. Bakri/hR)