Sering Mahal dan Langka LPG 3 Kg di Aceh, Siapa Yang Bermain?

              Aceh Timur, haba RAKYAT |

Sering kali kita mendengar masyarakat miskin mengeluh karena sulitnya mendapatkan gas elpiji 3 Kg dipangkalan, terutama pada saat tertentu, apalagi jelang bulan ramadhan, hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Padahal gas LPJ 3 Kg subsidi sudah menjadi kebutuhan dasar masyarakat miskin pasca konversi minyak tanah ke gas elpiji.

Akibat mahal dan seringnya langka gas elpiji 3 Kg di pangkalan membuat emak-emak pusing tujuh keliling, soal nya hanya dengan ketersedian gas baru bisa memasak berbagai keperluan, sering kita melihat di Aceh Timur dan Aceh Utara, Bireun, emak-emak rela mengantri berjam-jam ditengah terik mata hari dan berdesak-desakan demi untuk mendapatkan gas elpiji 3 Kg bersubsidi.

Bahkan mereka juga menunggu informasi kapan datang mobil pembawa gas ke pangkalan dan hal itu hanya untuk mendapatkan satu tabung berisi gas 3 kg agar mereka bisa memasak untuk kebutuhan anak-anak dan suami nya.

Krisis dan mahalnya gas lpj 3 kg sudah menjadi komsumsi publik di media sosial dengan berbagai keluhan, ocehan dan sumpah serapah masyarakat sering pula dialamatkan kepada pemerintah dan pihak pertamina, kuat dugaan akibat gagalnya mewujudkan tanggung jawab terhadap pelayanan kebutuhan dasar masyarakat.

Namun kita juga harus mengetahui sejauh mana peran Pemerintah dalam upaya menjaga stabilitas kebutuhan dasar masyarakat, terutama ketersediaan gas subsidi dalam kondisi apapun, atau Pemerintah tak berdaya menertibkan pangkalan-pangkalan nakal, atau sebalik nya diduga ada oknum penjabat yang berwenang sudah kepalang basah bermain mata, sehingga mata nya kabur dan tak bisa melihat jeritan dan keluhan warga untuk mendapat secuil gas 3 kg subsidi.

Pemerintah Aceh Timur pada tanggal 23 Agustus 2019 lalu, sudah memberikan peringatan keras kepada semua pangkalan. Peringatan bernada ancaman akan menindak tegas terhadap pangkalan gas elpiji yang nakal, dengan sanksi mencabut surat izin, apabila kedapatan pihak pangkalan menjual gas untuk pengusaha, baik, restoran, hotel, ASN, toko pengecer.

Namun kenyataan nya peringatan Bupati Aceh Timur selaku orang nomor satu di daerah itu terkesan diangap bagai angin lalu. Pasalnya mereka (pemilik pangkalan) sepertinya tak mengubris sedikit pun dan mengabaikan peringatan tersebut.

Selain itu. Satuan tugas (Satgas) Pengawasan dari Pemerintah baik provinsi, Kabupten dan Pertamina sepertinya juga tidak berfungsi, padahal sering melambungnya harga LPJ 3 Kg dan kelangkaan terlihat kontras didepan mata,

Sebenar nya tidak sulit untuk mengendalikan harga gas elpiji 3 kg yang sering dijual di atas Harga Enceran Tertinggi (HET). Hanya butuh keseriusan Pemerintah dan Pertamina untuk bertindak tegas, toh setiap masyarakat miskin sudah terdata dalam Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) setiap pangkalan gas, bahkan katanya setiap penerima gas subsidi sudah diberikan kartu sesuai kuota yang diberikan kepada pangkalan.

Lalu kenapa bisa terjadi kelangkaan, atau masyarakat harus membeli gas elpiji 3 kg dengan harga mahal di pengecer, alih-alih karena kondisional sebab lonjakan kebutuhan jelang hari-hari besar islam, jelang puasa dan hari raya, tapi nyata nya dalam situasi normal pun sering terjadi krisis gas elpiji 3 kg bersubsidi.

Pertanyaan nya, kenapa hampir semua toko kelontong atau kios kios bisa menjual gas elpiji subsidi secara eceran, lantas darimana mereka beli atau dapatkan gas elpiji subsidi dengan jumlah 5 hingga 10 tabung, dari pangkalan kah? dari pertamina langsung atau dari langit.?

Apakah penjualan gas elpiji subsidi secara eceran dengan harga Rp 25 – 30, bahkan kadang mencapai 40 ribu dibenarkan atau salah secara hukum, lalu kenapa tidak ada penertiban atau penindakan, apakah pihak satgas atau penegak hukum tidak mengetahui, tidak memiliki informasi dan bukti atau harus menunggu laporan dari masyarakat, entah lah, mungkin pakar hukum yang bisa menjawab. (hR/Raz)

Don`t copy text!